Review Buku Novel Ubur Ubur Lembur by Raditya Dika

Review Buku Novel Ubur Ubur Lembur by Raditya Dika

Review Buku Novel Ubur Ubur Lembur by Raditya Dika – Buku yang penuh dengan cerita penggalaman pribadi, dan dapat menjadi bahan perenungan untuk anda.

Jujur saja, aku sama sekali tidak mengenal buku ini sampai salah satu teman saya, Jessica, bersikeras menyuruhku membacanya. Sangking ngototnya, dia sampai sengaja bela-belain datang kerumah saya, hanya untuk mengantarkan buku ini. (Sebenarnya karena pas waktu libur imlek, jadi dia datang jalan-jalan, haha thanks Jess!).

Yah, buku ini menurutku sangat bagus, sangat istimewa, karena kisah-kisahnya sangat dalam dan mengena. Hanya sedikit soal cinta di sini; lebih banyak soal renungan kehidupan yang mana I can relate to so much. Makanya saya suka. Merasa tertampar. Merasa nostalgia. Ingat dengan jaman jaman dulu, (pas belum generasi nunduk, ikr).

Entah berapa kali gue berpikir ingin kembali ke masa kecil dulu. Ketika kecil, tanggung jawab kita terbatas. Pulang sekolah yang dipikirkan hanya main game apa lagi sore ini. Semua terlihat berwarna dan bahagia: kartun minggu pagi (doraemon, conan ), tertawa bareng teman, naik sepeda sampai senja tiba. Semua menjadi nggak seru lagi ketika dewasa. Problem hidup datang, seperti yang dialami Kathu. Ditinggalkan orang tua. Dikecewakan orang yang kita sayang. (halaman 90an kalau tidak salah)

Saya juga suka sekali bab Percakapan dengan Seorang Artis dan Percakapan dengan Seorang Anak yang Ingin Menjadi Artis. Di situ dikupas sisi lain kehidupan glamor seleb, yang sesungguhnya tidak glamor–malah memprihatinkan. Bagus sekali Bang Raditya Dika menulisnya dalam buku ini sehingga pembacanya–terutama para kids zaman now–jadi terbuka matanya bahwa apa yang terlihat kadang hanyalah kepalsuan.

“Bikin, mah, bikin aja. Nggak usah takut apa kata orang. Jelek bisa jadi bagus. Kalau nggak pernah bikin apa-apa, nggak ada yang bisa dibagusin.

Ada satu hal yang kurang mengenakkan dalam buku ini menurutku, yaitu bab Curhatan Soal Instagram Zaman Now. Maksudku disini adalah, bab ini gaje karena bukan berisi tulisan panjang hasil perenungan dia tentang kejadian-kejadian yang dialaminya. Nah, jujur saja aku sebenarnya paling males kalau disuruh membaca hal hal mengenai tingkah laku anak anak jaman sekarang. Yah, meskipun demikian, cerita tersebut juga mengangkat isu yang meninggalkan bekas dalam pikiran, intinya sebagai bahan perenungan. Selama libur imlek beberapa waktu lalu, buku Ubur Ubur Lembur ini berhasil menjadi hiburan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Penulisannya juga ringan dan mudah dicerna, tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan buku ini.

Suka sekali, dan setelah ini saya merasa harus memikirkan ulang tentang kehidupan saya sebagai karyawan. Ingin rasanya suatu hari nanti seperti Bang Raditya Dika: makan dari hal yang dicintai, terlibat dalam berbagai industri kreatif, dan tidak harus menjalani kehidupan kantoran. Berusaha mensyukuri dan mencintai hidup dengan sepenuh jiwa.
 



 

PS: Setelah membaca ini, aku langsung browsing internet, mencari cari karya Raditya Dika yang lainnya, dapatnya: Kambing Jangan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh, Manusia Setengah Salmon dan lainnya. Kurasa aku akan mengoleksi buku milik Raditya Dika. Bukan karena ceritanya yang intense atau wow, hanya saja, aku menyukai gaya bahasa dan cerita renungan renungan yang dapat membuatku bernostalgia setelah membaca bacaan ala Raditya Dika. Oh ya, bagi yang tidak tahu kenapa judul bukunya Ubur Ubur Lembur, dicoba baca deh bukunya!

Review Buku Novel Ubur Ubur Lembur by Raditya Dika

 

‘Lo berapa kali patah hati?’
‘Berkali-kali… Dan gue memakai bekas luka gue dengan bangga.’
‘Bekas luka?’
‘Iya, kayak lo abis jatoh atau ketusuk piso, pasti ada bekas luka, kan? Gue pakai semua bekas luka patah hati gue dengan bangga. Sebagai pengingat bahwa gue pernah melalui itu semuda dan masih hidup. Keren, nggak?’

Anyway, percakapan ini sangat nge-jleb ke ulu hatiku sampai rasanya mau nangis kalau dibandingkan dengan kisah cinta gue. Mungkin karena dulu aku tidak pernah bisa menyatakan perasaanku padanya. (Mungkin karena gue cewek jadi lebih nungguin dia kali ya? Yah, kalau sekarang sih amit amit, haha!)



Previous Post Next Post

You Might Also Like

2 Comments

  • Reply Betania Gian March 17, 2018 at 7:50 am

    Raditya Dika dari dulu sampai sekarang selalu produktif dan konsisten. Selalu terinspirasi dari dia.
    Menurut kamu, lebih fresh ceritanya dia pas awal-awal atau makin ke sini makin menarik?
    Yuk mampir ke blogku di https://betaniagian.com/2018/03/17/persiapan-mudik-lebaran-pesan-tiket-kereta-online-aja/

    Salam kenal ya 🙂

    • Reply anna glass April 21, 2018 at 7:17 am

      terima kasih sudah berkunjung. iyaa nih karya radit yang satu ini memang selalu jadi favorit. hehe.
      Salam kenal juga 🙂

    Leave a Reply