Review Buku Novel The Girl Who Kicked the Hornet’s Nest – Buku ketiga dari trilogi karya Stieg Larsson yang merupakan novel best selling berskala internasional.
Dalam buku ke 3 ini, Lisbeth Salander, tokoh paling berpengaruh dalam novel sebelumnya, sedang dalam kondisi yang sangat genting, sebuah peluru bersarang di kepalanya, dan entah ajaibnya dia masih hidup. Dia kini terpaksa masuk ICU di sebuah rumah sakit di sebuah kota di Swedia. Dia berjuang untuk hidupnya, dan meskipun dia nantinya siuman, dia akan mendapati dirinya menjadi tersangka utama dalam sebuah kasus pembunuhan 3 orang. Dengan bantuan temannya, yang seorang jurnalis, Mikael Blomkvist, dia akan membuktikan ketidak bersalahnya, dan akan mencari pelaku yang mencelakakan dirinya, yang berusaha membunuhnya, dan akan membalaskan dendamnya.
Buku ini sangat bagus dalam segi cerita dan plotnya, membuatku berandai andai apakah tokoh Lisbeth ini asli atau fiktif belaka. Aku sangat ingin bertemu dengan Lisbeth, dia sangat keren! Nah, buku ini dikatakan bagus, juga ada sisi tidak bagusnya. Pengarang buku ini, Stieg Larsson benar benar pengarang yang aneh (yang sudah membacanya pasti ngerti). Dia suka sekali memberitahukan segala sesuatu yang terjadi dan apa yang dilakukan seseorang secara detail, (detail dalam sini harus digaris bawah dan dicetak bold). Kalau Stieg Larsson menulis sebuah cerita mengenai apa yang kulakukan pada pagi hari, maka mungkin akan seperti ini:
“Anna bangun sekitar jam 6:45 pagi, dan dia melihat ke arah jam weker yang berbunyi. Dia memutuskan untuk tidak bangun dahulu dan menekan tombol snooze pada jam tersebut. Ketika jam wekernya berbunyi untuk ke 4 kalinya, dia baru mulai berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Dia menggosok giginya, mencuci muka dan kemudian mengganti pakaian dengan mengenakan baju biru muda yang dibelinya di pasar loak kemarin lusa. Dia pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi, menyalakan laptop Macbook-nya dan mengecek email yang masuk. Dia sebenarnya tidak terlalu perduli dengan email kantor tersebut, itu hanya sebagai rutinitas, kalau kalau ada sebuah masalah urgent yang di email ke tempatnya. Dia lalu membuka akun jejaring sosial facebook dari laptop tersebut dan mendapati bahwa dia ditandai di dalam sebuah foto, sebuah foto kenangan yang diambil sekitar 15 tahun lalu bersama teman baiknya pada saat itu. Mereka sudah tidak saling berhubungan lagi selama itu, dan itu jelas membuat Anna bernostalgia, mengenang betapa berharganya waktu waktu pada saat dia bersama sahabatnya itu. Dia meraih ponsel yang diletakkan di samping nakas tempat tidurnya dan mencari kontek sahabatnya itu. Dia menatap layar ponsel Lenovo-nya selama beberapa menit, dan setelahnya dia memutuskan untuk tidak menghubunginya. Tidak sampai sahabatnya itu meminta maaf padanya. Anna kembali ke dapur dan menyeruput kopinya dan berpikir..”
Yah kira kira begitulah, kalimat yang digunakan Larsson pada setiap kejadian dalam buku. Aku bahkan sampai tahu kapan kapan saja Mikael merokok dalam cerita, apa yang tidak disukai Mikael dalam sandwich-nya, bahkan sampai merk ponsel yang digunakan oleh setiap orang dalam buku ini. Mungkin hal ini menjelaskan mengapa buku ini sangat tebal (743 halaman kalau tidak salah). Jujur saja, aku ingin berhenti membaca buku ini pada beberapa tahap, tapi aku tetap membacanya, hanya karena Lisbeth! haha.
Buku berjudulkan The Girl Who Kicked the Hornet’s Nest ini adalah buku terakhir dari trilogi Millenium. Buku yang super tebal ini (sekitar 5 centimeter) tidak sanggup kuangkat lama lama, jadi aku sering membacanya sambil tiduran di ranjang tempat tidurku.
Buku ke 3 ini dipenuhi dengan teori konspirasi, mengindikasikan masalah internal antara agen rahasia Swedia dengan kepemerintahan, dan tentu saja buku ini pun dipenuhi dengan politik dan sejarah yang kental ala Swedia. Sayangnya, aku tidak bisa membandingkan buku ini dengan kedua buku sebelumnya, jika dibandingkan, aku pasti akan memilih kedua buku tersebut dibandingkan buku ketiga ini. Dan lagi, aku juga selalu kurang berminat pada sejarah, bahkan di sekolah, nilai sejarahku selalu rendah. Jadi mungkin buku ini akan terasa menarik bagi anda yang suka dengan sejarah. Meskipun demikian, buku ini tidak dapat anda lewatkan begitu saja, apalagi bagi anda yang membaca buku ke 2, anda pasti akan (mau tidak mau) membaca buku ke 3 ini juga! Yah salah satu alasannya adalah buku ke 3 ini merupakan lanjutan dari buku ke 2, (kalau di sinetron ada kan adegan yang menggantung dan tiba tiba ada kata bersambung terpampang di layar, yah seperti itulah situasinya).
Ending dalam buku ini, entah bagaimana, sangat memuaskan. Seperti bos paling jahat akhirnya masuk penjara! Maaf kalau spoiler. Ending buku ini juga happy ending, ending yang melegakan mungkin lebih tepat disini.
Nah, jika anda sebelumnya sudah membaca buku pertama, The Girl with the Dragon Tattoo, dan buku kedua yang berjudul The Girl Who Played With Fire, maka tidak ada salahnya jika anda membaca buku yang ini juga!
Selamat membaca!
Baca juga: Review Buku Novel The Girl with the Dragon Tattoo
-
Admin Rate:
No Comments